Mengenai Saya

Foto saya
Sabang, Aceh, Indonesia
Jekso Ronggo Ardhi, S.H. (Kasubbag) Aglamau Dudi Alexander, S.H. (Staf) Iskandar Zulkarnaen, S.H. (Staf)

Selasa, 10 Juli 2012

Perbedaan Pengaduan dengan Pelaporan

perlu diketahui terlebih dahulu mengenai dasar hukum yang dipakai dalam kasus penggelapan yaitu Pasal 372 KUHP, yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
 
Perkara penggelapan yang teman Anda lakukan merupakan suatu delik atau tindak pidana biasa dan bukan delik aduan. Menurut R. Tresna dalam buku Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang Penting, istilah pengaduan (klacht) tidak sama artinya dengan pelaporan (aangfte), bedanya adalah:
1.    Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, di mana adanya pengaduan itu menjadi syarat.
2.    Setiap orang dapat melaporkan sesuatu kejadian, sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.
3.    Pelaporan tidak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, pengaduan di dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaiknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan.
 
Karena penggelapan bukan termasuk dalam delik aduan, maka walaupun barang yang digelapkan telah dikembalikan, hal itu tidak dapat menjadi alasan penghapusan hak penuntutan/peniadaan penuntutan atas delik tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I (Pasal 76 s/d Pasal 85) KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana. Sehingga, walaupun barang yang teman Anda gelapkan telah dikembalikan oleh yang bersangkutan, dia tetap dapat dituntut dengan pasal penggelapan. Namun, dengan adanya iktikad baik si pelaku, apabila ada perjanjian perdamaian, hal itu dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan saat perkara tersebut diperiksa di pengadilan.
 
Mengenai lamanya tindak pidana tersebut diproses pihak Kepolisian, hal pertama yang dapat dilakukan yaitu mengajukan permintaan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang ditujukan kepada penyidik. Dengan adanya SP2HP maka teman Anda dapat mengetahui perkembangan proses penyidikan.
 
Mengenai jangka waktu penyidikan pada tingkat kepolisian, tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), namun apabila teman Anda ditahan maka waktu penahanan diatur dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP. Bila teman Anda tidak ditahan, maka jangka waktu penyidikan diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 12 Tahun 2009 (“Perkap 12/2009”), jangka waktu batas penyelesaian perkara pada Pasal 31 ayat (2), yaitu :
1. 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2. 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3. 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
4. 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.
 
Tetapi, dalam Pasal 32 Perkap 12/2009 disebutkan bahwa:
“(1) Dalam hal batas waktu penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik maka dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah melalui Pengawas Penyidik.
(2) Perpanjangan waktu penyidikan dapat diberikan oleh pejabat yang berwenang setelah memperhatikan saran dan pertimbangan dari Pengawas Penyidik.
(3) Dalam hal diberikan perpanjangan waktu penyidikan maka diterbitkan surat perintah dengan mencantumkan waktu perpanjangan.”
 
Dengan demikian, menurut Perkap 12/2009,dapat disimpulkan bahwa walaupun terdapat jangka waktu tertentu penyidikan pada tingkat kepolisian, namun tetap saja jangka waktu itu dapat diperpanjang untuk waktu yang tidak ditentukan secara konkret dalam Perkap tersebut.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar